Fenomena gambar gunung kembar, Beban dalam pola gunung kembar, Gambar gunung kembar
Pola gambar gunung kembar menjadi fenomena yang menarik sebagai
bahan kajian dalam membahas gambar karya anak-anak Indonesia. Pola ini, selalu
muncul dalam gambar buatan anak-anak di manapun anak-anak itu bertempat
tinggal. Pola pengaruh lingkungan yang selama ini ditunjuk sebagai kekuatan
yang bisa mewarnai kegiatan menggambar anak-anak, ternyata tidak semuanya bisa
dibuktikan. Ada sesuatu yang jelas menjadi penanda munculnya gambar pola gunung
kembar, yaitu ketika anak-anak mulai berhubungan dengan orang lain di luar
keluarganya. Terutama ketika anak-anak mulai memasuki dunia sekolah: Taman
Kanak-kanak (TK), berlanjut ke tingkat Sekolah Dasar (SD), bahkan hingga
sekolah menengah (SMP dan SMA).
Sebuah kondisi umum yang ditemukan dalam
gambar anak-anak dengan pola "gunung kembar" adalah 2 bidang 'luas'
yang sulit ditaklukan oleh anak-anak. Pola gambar tersebut menyisakan dua ruang
bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Seseorang yang ingin mengisi
kedua bidang tersebut, harus berpikir "bagaimana mengisi lahan luas di
depan penggambar hingga ujung kaki gunung"? Kesadaran bahwa antara gunung
dengan penggambar ada 'jarak' yang amat luas, amat jauh, memaksa penggambar
harus bersusah payah mengisikan banyak objek dalam dua bagian lahan tadi.
Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair.
Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar (pohon kayu atau kelapa), satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".
Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Gambar kendaran bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair.
Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar (pohon kayu atau kelapa), satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".
Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Gambar kendaran bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
Apakah
gambar pemandangan dengan latar gunung kembar itu arketif anak-anak Indonesia?
Unsur bentuk gambar lain yang kerap muncul adalah matahari (: ada yang muncul
di sela gunung, ada yang penuh bulat di atas gunung, ada juga yang muncul
setengah atau sepertiga di sudut atas kiri atau kanan kertas) yang digambarkan
memancarkan sinar, burung dengan bentuk dasar tanda silang, jalan lurus atau
berkelok ke arah gunung, sering dilengkapi gambar tiang listrik yang berderet
atau pohon-pohon semua digambar dengan sudut pandangan perspektivis. Hal lain
yang biasa ditemukan, di kiri-kanan jalan digambarkan hal-hal lain yang
beragam: ada kotak-kotak sawah diisi gambar rumpun padi dengan pola bentuk
seperti mata panah terbalik, ada juga gambar danau atau sungai lengkap dengan
perahu atau pemancing ikan di pinggirnya, atau gambar rumah khas yang
dilengkapi vas bunga berderet. Gambar awan, yang dibuat oleh generasi sebelum
ada ajaran Tino Sidin di TVRI Pusat, berbentuk deretan garis melengkung
setengah lingkaran yang disusun berjenjang menyerupai pola segitiga tumpul,
kini bentuknya seperti bentuk kapas meniru gaya awan dalam komik manga. Semua
pola tersebut tampil seperti seragam pada semua gambar dari beragam tempat asal
pembuat gambar.
Gambar
pola gunung kembar memang arketif gambar anak-anak Indonesia. Anak-anak
berkebutuhan khusus dengan spesifikasi retardasi mental pun menggambar
menggunakan pola yang sama dengan kebanyakan anak-anak normal. Berulangkali surfing
mencari gambar anak-anak di luar Indonesia, hingga kini belum menemukan gambar
dengan pola pemandangan dengan latar gunung kembar. Hal ini semakin jelas
mengindikasikan bahwa gambar pola gunung kembar adalah ciri khas gambar
anak-anak Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar